Seri #1: Menjadi Pemimpin Sekolah yang Berhasil
Oleh Dwi Esti Andriani, Ed. D.
Kepemimpinan sekolah memainkan peran penting untuk kemajuan dan efektivitas sekolah. Studi selama lebih dari 40 tahun menunjukkan bahwa kepemimpinan sekolah, khususnya yang dilakukan oleh kepala sekolah, mempunyai pengaruh signifikan terhadap pembelajaran dan prestasi siswa yang dimediasi oleh guru serta variabel sekolah seperti kapasitas guru, motivasi, komitmen, dan kondisi kerja (Hallinger & Heck, 2011; Leithwood, dkk., 2008; Wahlstrom, dkk., 2010). Salah satu model kepemimpinan sekolah yang secara konsisten dan terbukti menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap pembelajaran siswa adalah model kepemimpinan pembelajaran, yang pertama kali muncul di Amerika pada awal tahun 1980-an. Model kepemimpinan instruksional yang berfokus pada instruksi dan kurikulum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembelajaran dan prestasi siswa (Robinson, 2008).
Model kepemimpinan instruksional yang paling populer dikembangkan oleh Hallinger & Murphy (1985, 1986). Model ini mengusulkan tiga dimensi yaitu mendefinisikan misi sekolah, mengelola program pengajaran, dan mengembangkan iklim pembelajaran sekolah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Model Kepemimpinan Instruksional oleh Hallinger
Dimensi 1. Mendefinisikan misi sekolah
Menetapkan misi sekolah merujuk pada tanggung jawab kepala sekolah untuk mengartikulasikan dan mengkomunikasikan visi pembelajaran serta membangun dukungan untuk mewujudkan visi tersebut dalam kehidupan sekolah. Dimensi ini mengharuskan pemimpin sekolah untuk menyusun tujuan akademik sekolah dan mengkomunikasikannya kepada anggota sekolah.
Dimensi 2. Mengelola program pembelajaran
Mengelola program pembelajaran mengacu pada tindakan kepemimpinan yang berfokus pada koordinasi dan pemantauan kualitas pengajaran dan kurikulum. Dimensi ini menuntut pemimpin pembelajaran untuk terlibat aktif dalam menstimulasi, mengawasi, dan memonitor proses belajar mengajar di sekolah. Kepala sekolah perlu melakukan kunjungan kelas secara teratur untuk memantau pengajaran dan implementasi kurikulum. Kepala sekolah juga perlu menginspirasi para guru dan memberikan umpan balik cara mengajar guru. Selain itu, kepala sekolah harus mampu memodifikasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.
Dimensi 3. Mengembangkan iklim pembelajaran sekolah yang positif
Mengembangkan iklim pembelajaran sekolah yang positif pada hakikatnya merupakan upaya menciptakan lingkungan yang mendorong dan mendukung guru dan siswa untuk aktif dan produktif dalam pembelajaran. Upaya ini meliputi ‘mengamankan’ jam belajar mengajar siswa, mendorong pengembangan profesional guru, menjaga visibilitas diri; mengakui dan mengapresiasi setiap kerja keras dan prestasi guru; dan memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk belajar berbagai hal dan berprestasi, memberikan pengakuan dan penghargaan pada kemajuan dan prestasi siswa.
Salah satu praktik kepemimpinan instruksional yang sangat penting adalah supervisi pengajaran. Supervisi pengajaran merupakan “rangkaian kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan kualitas pengajaran” (Howy & Forsyth, 1986). Definisi yang lebih spesifik dikemukakan Oliva (1999). Supervisi pengajaran merupakan “pemberian bantuan khusus bagi guru untuk meningkatkan pembelajaran” (Oliva, 1999) atau “pemberian bantuan teknis dan bimbingan kepada guru agar mampu meningkatkan kualitas kinerjanya terutama kualitas mengajarnya” (Arikunto, 2004) atau “untuk mendorong pertumbuhan guru dan kinerja guru melampaui kinerjanya saat ini” (Nolan & Hoover, 2008, hal. 8). Supervisi pengajaran yang efektif oleh kepala sekolah akan meningkatkan kualitas mengajar guru yang berujung pada peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa.
Salah satu teknik supervisi pengajaran yang populer saat ini dan diyakini efektif adalah mentoring. Mentoring merupakan “proses pembelajaran di mana orang-orang yang berpengalaman mengembangkan dan melatih orang-orang yang kurang berpengalaman untuk meningkatkan keterampilan profesional mereka” (Wong & Premkumar, 2007; Ragins & Kram, 2007). Sejalan dengan pandangan tersebut, mentoring adalah suatu proses di mana orang yang lebih mampu dan berpengalaman, secara formal atau informal, mengajar atau mentransfer pengetahuan, memberikan dukungan, mempromosikan, memberi nasihat, dan memelihara hubungan baik kepada karyawan baru atau orang-orang yang kurang terampil atau berpengalaman, dalam lingkungan organisasi untuk memfasilitasi pengembangan profesional dan pribadi mereka (Kamarudin et al., 2020; Scandura & William, 2004; Zukauskaite dalam Ciuciulkiene & Miciuliene, 2019).
Ketika menerapkan mentoring untuk supervisi pembelajaran, kepala sekolah membantu guru dengan pendekatan yang berbeda. Fehring & Rodrigues (2017) menunjukkan perbedaan supervisi dengan mentoring dan coaching sebagai berikut.

Tabel 1. Perbedaan Supervisi dengan Mentoring dan Coaching
Terdapat berbagai jenis mentoring antara lain: mentoring formal dan terstruktur, informal, mentoring jarak jauh atau online, mentoring kelompok, mentoring terbalik (dari junior ke senior), mentoring tradisional, mentoring sejawat, atau cross difference mentoring (Phillip-Jones, 2003). Kepala sekolah perlu memilih jenis mentoring yang tepat mempertimbangkan tujuan mentoring, karakteristik mentee, dan sumber daya yang tersedia.
Jika kepala sekolah ingin melaksanakan mentoring formal dan terstruktur, Phillip-Jones (2003) menyarankan langkah-langkah sebagai berikut.
- Merencanakan mentoring
Mentor dan mentee menetapkan apa yang ingin mereka capai dan bagikan.
- Membangun hubungan/negosiasi kesepakatan
Mentor dan mentee membuat kesepakatan mengenai jadwal, harapan, logistik, kerahasiaan, batasan, umpan balik, dan preferensi.
- Mengembangkan mentee
Membantu mentee untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, atau keterampilan melalui berbagai kegiatan pengembangan profesional.
- Mengakhiri hubungan formal
Evaluasi dan refleksi, perayaan, dan apa yang selanjutnya dilakukan, apakah akan diakhiri atau dilanjutkan serta bagaimana caranya.
Mentoring membutuhkan kemampuan kepala sekolah menjalankan berbagai peran, antara lain peran sebagai pendidik, motivator, asesor, model atau contoh, dan coach.
Bersambung Seri #2